Saturday, July 24, 2010

Ana uhibbukum yaa Abi yaa Ummi

Jika aku ditanya, siapa sih orang yang paling berjasa dalam mengajariku untuk mencintai fakir miskin ? Dengan mantap kujawab ' Ayah dan Ibuku...'
Ayahku yang selalu mendongengkan tentang kehidupan teman-teman kecilku dari ' dunia ' yang begitu asing bagiku kala itu. Ayah tak jemu-jemunya mendongeng hingga membuatku menangis tersedu-sedu...membawa kisah sedih itu sampai ke mimpiku. Lalu Ibuku yang dengan tulusnya menampung abang tukang becak maupun orang-orang terlantar untuk menjadi ' keluargaku ' di rumah...semua itu terekam kuat dalam benakku. Bagaimana ayah dan ibuku mengajariku untuk hidup sederhana. Ibuku selalu mendoktrinku " Belajarlah untuk hidup miskin agar kau bisa memahami kepedihan mereka yang berangkat tidur dalam keadaan lapar di kala kita kekenyangan.."
Tak kupahami betul apa maknanya...namun secara nyata ayah ibuku memberikan tauladan bagiku untuk tak silau dengan kemilaunya dunia...Aku sering dikirim ke Yogya...hidup di pinggir sungai, tinggal di gubuk bambu yang bolong-bolong dan berlantai tanah keras. Tidur di amben yang keras dan mandi di sungai dangkal...Dan sungguh, aku pernah merasakan sendiri bagaimana pedihnya menjadi pemulung yang harus mengais-ngais barang bekas di tempat sampah...Aku menangis tersedu-sedu...bukan karena malu. Namun lebih karena merasa pedih membayangkan kehidupan mereka...Bila aku stay bersama mereka hanya sementara karena dalam kehidupanku yang nyata aku tinggal di rumah yang nyaman dengan dilayani oleh beberapa khadimah, kemana-mana diantar sopir...tapi kali ini aku bukanlah siapa-siapa...aku menjelma menjadi anak pemulung yang sering dihina orang...
Sejak itulah kecintaanku kepada kaum papa ini semakin tak terbendung...
Dan kini...di saat ku telah mempersembahkan kecintaanku kepada anak-anak pemulung dan dhuafa seperti yang telah diajarkan oleh ayahku...Beliau yang kucintai dan kuhormati telah lumpuh karena didera stroke...Lihatlah tangan-tangan lemah yang bengkok, kaki yang tak lagi bisa berjalan, rambut memutih dan tubuh yang kian renta....Ayahku...Dia adalah ayahku...Beliau pasti akan tersenyum dan menitikkan air mata di kala melihat putri bungsunya mampu mewujudkan cintanya kepada anak-anak dhuafa yang dulu sering dihadirkannya ke dalam mimpiku....
Ayahku...Bundaku...Kita kini terpisah oleh jarak beratus-ratus kilometer. Dan aku hanya mampu mendengarkan suara kalian lewat telpon. Gambaran kalian yang dulu masih muda dan gagah kini telah sirna. Tangan kalian yang dulu kekar menggendongku kini telah renta dimakan senja...Jika ku memandang wajah tua kalian...ku hanya bisa menangis dalam hati. Ingin ku memeluk kalian. Berlari dan meneriakkan betapa ku mencintai kalian...Ayah Ibuku...seuntai doa yang tak kulupakan...kumintakan kepada Sang Rabb penggenggam jannah...semoga kalian menjadi penghuni syurgaNya kelak....
Ana uhibbukum yaa Abi yaa Ummi......