Tuesday, December 7, 2010

Liputan Khusus di Milad Majalah Paras....Juli 2011


Mei 2011

" Mbak Sari...bisa gak ya datang ke redaksi kami ? Kami ingin wawancara sekaligus pemotretan...." sms singkat Mas Yoli Hemdi sang journalis PARAS membuka percakapan.

" Liputan apalagi nih Mas ?"

" Kami memilih Mbak sebagai figur favorit di Bidang Pendidikan yang akan kami angkat kembali di Edisi Ulang Tahun PARAS mendatang, Mbak...."....
Sejenak aku ragu untuk menjawabnya.........

" Mas.....apakah pilihan Anda tepat ? Apakah aku cukup pantas untuk berada di rubrik itu.....? "
" Kami sudah rapat, Mbak....dan tak ada satu pun yang tidak setuju......Please, Mbak......"... dan akhirnya aku menyanggupi tawaran sahabat lamaku ini. Seminggu kemudian pun aku meluncur ke kantor redaksi PARAS...
Kukenakan gamis formil hadiah suamiku yang berwarna ungu terong. Dengan sepatu high heel aku melangkah pelan menuju kantor PARAS...Uff, aku sedikit kesal dengan kakiku yang terasa kaku dan terseok-seok dengan high heel ini. Aku tersenyum sendirian membayangkan diriku seperti manequin terkena encok...hehehe...Aneh rasanya seorang Sari yang terbiasa blusukan di tengah bedeng pemulung, memakai sandal teplek atau sepatu karet murahan tiba-tiba harus memakai high heel seperti ini.....
" Yaaaaaah....koq Mbak gak pake make up siiiih "....teriakan nyaring dik Dewi sang fotografer membuyarkan lamunanku.
" Kalau aku dipaksa pake make up, aku pulang lagi nih ! " ancamku. Sang fotografer manis - my sweety sister - terkekeh menyeringai memperlihatkan bekhelnya yang manis.
Singkatnya, setelah proses wawancara sebentar, kami langsung meluncur ke studio foto. Untunglah sebelumnya sudah dilakukan wawancara virtual by email. Sehingga aku tak perlu berlama-lama wawancara langsung.
Begitu tiba di studio, aku request khusus bahwa pemotretan tidak boleh dilihat laki-laki satu orang pun. Jadilah aku merajai sendiri studio dan berpose sepuasnya sesuai arahan sang fotografer....
" Halaaaaaaah....sudah...sudah....encok kambuh kalo aku harus jungkir balik begini...." aku mulai complain dan minta berhenti ketika sudah puluhan gaya kulakoni. Ternyata capek sekali. Plus malunya itu yang gak ketulungan. Aku bukan fotomodel, tiba-tiba harus bergaya bak fotomodel beneran, tentu saja harus tertawa terpingkal-pingkal melihat gambarku sendiri di kamera digital sang fotografer....Lebih enak berpose di Bantar Gebang sana...aku bisa bebas bergaya apa yang aku suka. Lebih natural dan match dengan dunia yang kugeluti...But it's okay lah....sesekali jadi fotomodel sakit encok...
Dan....sebulan lebih barulah sang majalah terbit. Dengan bandrol seharga Rp 67.000,00 pun laris manis di lapak-lapak. Bahkan aku pun sampai kesulitan mendapatkannya...Aku membelinya tanpa sengaja di sebuah Rumah Sakit ketika kontrol..
Dik Dewi....Mas Yoli....matur nuwun sudah sudi berkawan baik denganku selama ini....Liputan kalian sekarang sudah kubingkai dengan manisnya menghiasi ruang kerjaku di rumah....