Saturday, August 1, 2009

Antara Mr. Kwok dan Bang Mamang



Ku mengamati seorang kakek tua yang terbungkuk-bungkuk mendorong sederet trolly di bandara Changi, Singapore. Sejak pertama kali ku menginjakkan kaki di Bandara Changi Singapore, diam-diam aku mulai mengamati sekeliling. Hampir di setiap sudut kutemui tenaga kerja ' pasca produktif ' alias elderly labour...sebagai tukang sapu, tukang dorong trolly maupun pelayan di restaurant bandara, hampir semuanya adalah para pekerja tua. Salah satunya adalah Mr. Kwok ini...di usianya yang ke 80 tahun, dia masih sanggup mendorong sederet trolly. Meski dengan terbungkuk-bungkuk. Ketika ku memintanya untuk berhenti sejenak dan mewawancarainya, bapak tua ini terkekeh. Terlebih lagi ketika ku memintanya untuk pose dengan senyum manisnya.
Sementara itu....di kala ku telah kembali ke Republik Indonesia tercinta ini....kembali kutemui para elderly labour dan jumlahnya jauh lebih banyak....ada beberapa yang sempat kuwawancarai karena aku kagum dengan spirit dan ethos mereka di kala usia senja. Meskipun pada faktanya, spirit dan ethos itu berangkat dari kondisi yang memaksa mereka harus tetap mencari nafkah di kala usia senja....
Salah satunya adalah Bang Mamang. Tukang sol sepatu yang telah menggeluti profesinya selama 25 tahun. Lelaki tua berusia 78 tahun, memiliki tanggungan 3 anak dan 1 istri. Setiap hari dia berkeliling menjajakan jasanya untuk menjahit sepatu-sepatu yang jebol dan rusak. Dan akulah salah satu dari sekian langganannya yang setia menunggunya untuk menjahitkan sandal ataupun sepatu yang jebol...
Bapak tua ini lancar mengisahkan perjalanan hidupnya sambil sesekali pose dengan manisnya ketika menyadari bahwa aku sedang mengambil gambarnya.
Aku tersenyum melihat kegigihan sekaligus kesabaran Bapak tua ini...
Dalam hati aku bergumam....ternyata tidak jauh beda Singapore dengan Indonesia..kakek-kakek pun masih harus giat bekerja demi mencari sesuap nasi...Bedanya, jika Mr. Kwok berada di dalam bandara yang bersih dengan gaji dollar, maka Bang Mamang yang satu ini harus rela berkeliling dihajar panas matahari demi mencari lembar demi lembar rupiah yang tak tentu ia terima setiap harinya....
Aku menghela nafas....antara kagum sekaligus iba...tiba-tiba ada setitik amarah yang menyeruak di dalam dadaku ketika teringat dengan beberapa peristiwa pahit di kala kuhadapi preman-preman muda yang berusaha memerasku. Mereka lebih muda, lebih kuat, lebih pantas untuk membanting tulang mencari nafkah yang halal daripada sekedar menjadi centeng memeras uang sana sini....Aku tergelak sendiri teringat kala ku mengeluarkan tanduk saat para preman ini memerasku. Mereka pikir aku hanya akan diam dan ketakutan. Atau justru mereka mengharapkan aku menangis dan meloloskan permintaan mereka. Tapi jangan harap aku menuruti mereka....bahkan karena ku terdesak dan tidak ada satu pun yang membelaku, aku maju mendekati salah satu preman itu, aku pegang krah bajunya dan kulayani tantangannya...
" Hari gini mau main palak ?! Enak aja...tuh ada cangkul. Nyangkul dulu baru aku kasih duit ! Kalau mau nakut-nakutin saya, siap-siap aja kecewa. Akan aku layani ancamanmu !...." bla..bla..bla..singkatnya aku ancam balik mereka. Dan setelah melihatku memperlihatkan cakar, mereka pun mundur....
Ahhh....seharusnya mereka malu kepada Mr. Kwok dan Bang Mamang ini....di usia senjanya, para kakek tua ini begitu gigih memperjuangkan hidupnya secara halal dan terhormat...