Saturday, February 27, 2010

Qona'ah....

Suatu hari ada percakapan segitiga antara aku, ibuku dan anak sulungku. Membahas tentang seragam sekolah dan sepatu yang telah usang.....
" Nduk...mbok ya anakmu itu dibelikan seragam dan sepatu baru tho. Kasihan...sudah setahun tidak kamu belikan seragam dan sepatu baru. Padahal teman-temannya dibelikan sepatu baru tiap semester. Kasihan kalau anakmu minder...." dengan logat Jawa yang kental ibuku menegurku karena sang cucu tak juga mendapatkan seragam dan sepatu baru...
Aku tersenyum sekilas. Wajar jika Beliau protes. Sebagai nenek tentu amat ingin memanjakan sang cucu dan melihatnya selalu tercukupi tak kurang suatu apapun. Namun sesungguhnya aku sedang memberikan pembelajaran kepada anakku tentang artinya kesederhanaan. Kami terbiasa tidak menuruti untuk mendapatkan sesuatu yang baru ataupun mengikuti tren dengan update model-model terbaru. Selama masih bisa dipakai, tidak rusak dan layak untuk digunakan, maka kami sepakat untuk tidak menuruti tradisi ' harus baru ' di setiap masa pergantian semester. Motivasi yang kutiupkan bukan terletak kepada equipment yang serba baru, tetapi ghirah mereka untuk terus menjalankan perintah Alloh dengan belajar sebaik-baiknya sebagai bentuk menjalankan syariat Alloh. Tidak perlu membeli yang baru. Lebih baik kami berbagi kepada teman-teman mungil kami yang juga sangat membutuhkan sepatu baru, tas baru, seragam baru...mereka yang tinggal di tempat-tempat kumuh, di kolong jembatan, di bantaran sungai maupun di sudut-sudut kota yang menyiratkan kepedihan di kala mereka tak mampu membeli peralatan sekolah.....Dan aku pun selalu menanamkan kepada kedua putraku bahwa kita tak perlu minder dikarenakan kesederhanaan kita. Kita harus merasa malu di kala iman kita luruh, di kala akhlak kita buruk, di kala kita berbuat maksiat, di kala kita durhaka kepada perintah Alloh. Namun bila kita menetapi kebenaran yang diperintahkan oleh Alloh, maka kita tak perlu merasa minder sedikitpun karena kita masih memiliki kekayaan iman yang kelak kita persembahkan kepada Alloh. Dan.....betapa tercengangnya ibuku ketika mendengar jawaban anakku....
" Tidak apa-apa koq Eyang Uti...biarin aja aku pakai seragam lamaku. Juga sepatu lamaku. Yang penting kan masih bisa dipakai, bersih dan tidak najis. Aku nggak malu koq...Lebih baik uangnya untuk membantu teman-temanku yang tidak bisa membeli seragam dan sepatu....." jawab anakku sambil melipat seragamnya dan dimasukkannya ke dalam almari.
Sang nenek langsung menangis sesenggukan dan memeluk putraku....
" Subhanalloh....kamu memang anak sholeh, sayang...." berkali-kali ibuku mengusap rambut anakku...diusapnya air mata yang tak henti-hentinya berderai...
Aku tersenyum. Diam-diam memang sebenarnya aku sudah menyiapkan seragam, sepatu dan tas baru bagi anakku. Namun masih kusimpan dan akan kuberikan di saat yang tepat...
Semua yang kulakukan adalah sebuah pembelajaran bagi anakku. Dan memang....anakku pun kini sudah semakin menduplikasi isi hatiku.....Dia ikut-ikutan merasa jengah dan tidak nyaman saat berada di tempat yang mewah maupun komunitas high level society. Dia lebih suka mengikutiku ke tempat-tempat kumuh untuk menjumpai teman-teman mungilnya....
Anak sulungku....yang oleh psikolog didiagnosa menyandang ' something special ' dan memerlukan berbagai serangkaian therapy....namun sungguh keindahan akhlaknya membuatku tersentuh dan membuatku semakin bersyukur kepada Alloh atas karuniaNya dengan menitipkan mutiara hatiku ini di rahimku....
Di kala kecil, dengan perjuangan dan derai air mata kuajarkan sendiri putraku ini tentang seluruh isi dunia. Sesuatu hal yang terasa asing baginya. Terdiam sepi dalam dunianya yang kadang tak terungkapkan dalam lisannya...
Aku tetap mendongakkan kepalaku dan berjalan tegak di kala kuterima cacian dan cibiran karena kondisi putraku. Aku tidak malu. Aku tidak minder. Satu-satunya keyakinan yang kugenggam adalah mutiara hatiku ini adalah milik Alloh yang dititipkanNya kepadaku. Dalam guyuran cibiran yang menempaku...hanya ada satu tekad dalam hatiku....
" Nak...engkaulah mutiara dari Alloh yang sangat indah sebagai qurrota ayyun bagi bundamu...Dengan segala kelebihan dan kekuranganmu, aku akan terus mendidik dan membimbingmu menjadi insan yang kamil, ihsan dan pantas menjadi ahli syurga...Cibiran orang lain tak kan melemahkan cinta bundamu kepadamu...Selama kau genggam kebenaran yang haq di sisi Alloh, maka Bunda akan selalu bangga kepadamu...."
Putraku yang sering galau karena cibiran, adalah guru yang mengajariku untuk selalu menikmati rasa syukurku kepada Sang Rabb. Setiap malam memohon dongengku dan pengantar tidur murottal Qur'an. Dalam kantuknya, dia sanggup terhuyung-huyung menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu di tengah malam. Mengingatkan sang ayah untuk membimbingnya sholat berjamaah. Memintaku untuk selalu mencatat setoran ayat-nya. Begitu banyak catatan indah yang dilukiskannya dalam akhlaknya yang semakin membuatku mencintai Alloh karena titipanNya ini....
Indahnya rasa syukur ini....menepis semua kegundahan dan kegalauan di saat kita bisa merenungi makna cinta Alloh SWT yang dikaruniakan kepada kita...Mungkin diperlukan sebuah proses bagi kita untuk benar-benar memahami makna cinta Alloh di balik semua peristiwa yang kita alami. Namun yakinlah bahwa cinta Alloh tak pernah salah...dengan hikmah yang luar biasa menjadi rahasiaNya. Kita hanya memerlukan rasa syukur dan ikhlas untuk bisa merasakan makna cinta Alloh yang sesungguhnya....
Allohu Akbar...