Saturday, July 24, 2010

Liputan ANTV " Mata Rantai "

" Bu Wulan Sari, besok siang kami akan ke rumah dan langsung take gambar ya ? Mungkin sampai sore karena kami akan shoot keseharian Ibu di rumah " Pak Bernhard sang reporter langsung membordardirku dengan schedule syuting besok siang...
Sejenak aku bengong. Diam. Ada yang bergejolak di hatiku...." No ! Aku bukan artis ! Aku tidak mau di shoot di rumah...". Sore itu aku gelisah menimbang-nimbang request dari sang reporter...Akhirnya dengan keputusan bulat aku sms beliau
" Pak...mohon maaf saya keberatan jika diambil gambar di rumah allday seperti reality show artis. Saya ini bukan artis. Bukan siapa-siapa. Jika mau menjadi inspiring story, mohon porsinya lebih banyak shoot di Bantar Gebang sana. Segala situasi yang mampu menggugah pemirsa. Jangan focus pada profile si Sari sebagai pribadi. Saya keberatan...I'm so nervous. Saya bukan artis dan merasa tidak nyaman dengan sorotan seperti ini..." dengan memelas aku mohon sang reporter untuk sedikit mengubah formatnya agar jatahku disorot tidak mendominasi liputan ini. Deal...Pak Bernhard sang reporter berusaha menenangkan hatiku dan tidak akan mem blow up porsiku mendominasi selama liputan ini...
Esok siangnya aku masih saja berkutat di dalam kamar. Sampai crew ANTV datang, aku belum mandi. Aku masih mondar mandir di dalam kamar, bingung...Mereka sudah tiba di depan rumah. Aku garuk-garuk kepala...
Akhirnya aku turun dan menemui mereka...Sesi wawancara di rumah pun dimulai. Tak lama kemudian anak-anakku pulang dari sekolah. Melihat mamanya sedang syuting di ruang tengah, mereka cuma mengendap-ngendap naik ke lantai dua menuju kamar tidur mereka. Setelah itu aku diminta santai dan tidak boleh melihat kamera. Sang kameraman mengikutiku ke seluruh penjuru rumah. Saat aku mengambilkan nasi putih untuk anak bungsuku, menunggui mereka makan siang dan ngobrol membicarakan hari-hari mereka di sekolah...
Sorenya, tiba-tiba suamiku nelpon dan mengabarkan bahwa sudah tiba di Bandara Soekarno Hatta dan dalam perjalanan menuju rumah. Sampai rumah, langsung ditodong syuting untuk wawancara pula... Suamiku yang baru saja menempuh perjalanan panjang dari Philipine dan harus transit di Singapore dulu beberapa jam, tentu saja letih dan jetlag....peluhnya masih mengucur deras. Di kala harus bicara di depan kamera langsung blank....lalu tiba-tiba dia sendiri yang berteriak ' cut '....dia minta break untuk minum dan istirahat sejenak...Sambil geleng-geleng kepala dia meneruskan sesi wawancara..." Duh, saya masih loading nih...."
Sekitar jam 16.30 syuting pun selesai....Esoknya, jam 7 pagi mereka sudah nongkrong kembali di depan rumah untuk take gambar saat aku keluar dari pintu, menuju mobil dan menyetir mobil menuju Bantar Gebang. Sang kameraman pun melompat ke dalam mobilku dan asyik shoot saat aku menyetir mobil...Duh, ini sih bener-bener reality show...
Sesampainya di sekolah Bantar Gebang, aku baru bisa bernafas lega....giliran murid-muridku dan guru-guru syuting...aku bisa asyik mondar-mandir bermain dengan murid-muridku. Memang sempat di shoot saat aku ngajar. But it's okay lah...aku tidak harus nampang alone..tak kuhiraukan lagi kamera berseliweran di sekitarku. yang penting aku asyik mengajar murid-muridku, bisa tertawa lepas bersama mereka di kala aku mendongeng dan tebak-tebakan...
Tiba saatnya menyusuri bedeng-bedeng...aku sudah mulai loyo...Untunglah syuting selesai jam 2 siang. Aku segera pulang dan bercengkerama kembali dengan anak-anakku di rumah....
Seminggu kemudian aku terima sms dari sang reporter..." Ibu, senin jam 11 siang, nonton Mata Rantai yaa..." pesannya singkat.
Aku segera forward ke ayah bundaku di Yogya sana....Senin 2 Agustus 2010 pk.11.00 aku sudah siap nongkrong di depan TV dengan handycam untuk merekamnya sebagai dokumentasi pribadi....
Menit demi menit pun terlewati...segera setelah tayangan usai, Ibuku menelpon dan menangis sesenggukan...." Nak...rasanya baru kemarin kami menggendongmu dan mendongengkan tentang kehidupan saudara-saudara kita yang dihimpit kemiskinan hingga membuatmu menangis di bawah meja..Rasanya baru kemarin kami mengajakmu untuk menyusuri kampung-kampung kumuh agar lebih dekat dengan mereka. Ternyata anakku kini sudah benar-benar dewasa dan mewujudkan mimpinya untuk selalu mencintai umat yang dicintai pula oleh Rasulullah ini...sepanjang tayangan tadi, Ibu dan Bapakmu tak henti-hentinya menangis. Bukan karena bangga melihatmu tampil di TV. Tapi karena kami terharu melihat ketulusanmu dalam mencintai anak-anak pemulung itu...Jika dulu kami yang mengajarimu, kini giliran kamulah yang mengajari Bapak dan Ibumu. Semoga keshalihanmu mampu mengangkat ayah ibumu kelak untuk bisa memasuki syurga Alloh ya Nak ? "
Aku menitikkan airmata....Yaa Rabb...jagalah kelurusan niat dan keikhlasanku. Agar hatiku tak tercemari oleh riya' dan ujub. Cukup sudah kulakukan semua ini semata-mata karenaMu...aku tak peduli dengan semua sorotan makhluk. Jika bukan karena syiar, maka aku lebih memilih untuk lari menjauh menghindari semua publikasi ini....Amin-kan apa yang menjadi harapan ayah bundaku, Yaa Alloh....aku ingin menjadi seorang istri shalihah, seorang ibu shalihah, seorang wanita shalihah...semoga hal ini benar-benar bisa menjadi ' tabungan ' bagi ayah bundaku untuk bisa memasuki jannahMu...