Tuesday, December 7, 2010

Ketika Paru-Paruku Bicara

Oktober 2010.....
Siang yang terik aku berfoto bersama ' anak-anakku ' di samping bedeng-bedeng kumuh bantar gebang. Saat itu aku duduk di bawah pohon di sela-sela break syuting Jak TV. Kucurahkan keceriaanku bersama anak-anak pemulung dalam dekapanku. Mendongeng, menyanyi, tebak-tebakan..sesekali terdengar tawa ceria memecah terik yang menyengat kulit kami.
Sesungguhnya saat itu badanku sedang demam, panas dan batuk hebat. Selama sebulan ini kurasakan tubuhku kian melemah. Didera flu berat dan batuk tak henti-henti meski ku sudah meminum obat-obatan yang biasa kuminum. Karena aku merasakan ' hanya ' sebagai flu dan batuk biasa, maka aku pun tetap cuek beraktifitas yang menguras energi dan pikiran...Aku tetap menjalankan tugasku sebagai Ketua Yayasan Ummu Amanah ini dengan melakukan penggalangan dana, supervisi ke Bantar Gebang dan ' ngamen ' bila ada undangan dari CSR atau lembaga yang menginginkanku untuk melakukan presentasi atau pun talkshow. Semua ini tetap kulakukan demi menghidupi kelangsungan sekolah yang kurintis untuk anak-anak pemulung ini...
Sementara itu, tugasku sebagai mahasiswi S2 di salah satu perguruan tinggi pun memaksaku untuk tetap rajin mengikuti perkuliahan dengan tugas-tugas menumpuk yang cukup menyita waktuku pula hingga kadang menjelang shubuh aku masih nongkrong di depan laptop untuk mengerjakan tugas kuliah. Dan satu lagi tugasku sebagai ' direktur rumahan ' untuk mengurus bisnis yang dirintis oleh suamiku..Sementara sebagai seorang Ibu, aku ingin totally as a mother meski aku memiliki bertumpuk tanggungjawab di luar. Sejak shubuh aku mulai mempersembahkan waktuku untuk anak-anakku...menyiapkan sarapan, mengantar sekolah, menjemput mereka, mengantar les, mendampingi mengerjakan PR, mengajari mengaji bahkan mendongeng sebagai pengantar tidur mereka pun masih rutin kulakukan sampai kini...
Be 100% percent person memang tidak mudah...semua ini terasa sangat berat bagi tubuhku ini...Secara perlahan kesehatanku serasa digerogoti inchi demi inchi...Bila setiap harinya aku memaksakan diri untuk tetap ' bangun ' semata-mata demi memenuhi semua tugasku itu...
namun seperti biasanya, aku malu untuk menunjukkan kelemahanku. Aku tetap tersenyum. Tetap ceria dan berlompatan kesana kemari bersama 'anak-anakku' ini...Aku juga tak kuasa menolak di kala penjual gorengan menawarkan dagangannya ataupun penjual karedok yang berlari-lari menyusulkan sebungkus karedok untukku. Aku santap dengan lahap semuanya meski sesudahnya ku kembali terbatuk-batuk hebat...
Dan suatu malam...tubuhku semakin lemah...Suamiku memaksaku untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit terdekat...Aku - yang saat itu masih saja merasa kalut memikirkan nasib istri salah seorang karyawanku yang sedang berjuang melawan maut karena melahirkan - spontan menolak ajakan suamiku ini...
" Kita beli obat di apotik saja ya ? Tidak perlu ke Rumah Sakit...lebih baik biayanya kita kirimkan untuk karyawan kita itu. Pasti dia lebih membutuhkan uang itu untuk menyelamatkan nyawa istrinya...." ucapku terbata sambil menahan batuk yang semakin hebat dan rasa sesak yang semakin menghimpit dada. Suamiku tidak meluluskan permintaanku dan terus saja melajukan mobilnya menuju rumah sakit...

" Menolong karyawan memang akan kulakukan. Tetapi sekarang harus kuselamatkan istriku dulu.." dengan tegas suamiku menjelaskan alasannya.
Dan kami pun sampai di UGD sebuah rumah sakit. Begitu aku duduk di depan seorang dokter, maka dokter itupun langsung menatapku dengan seksama. Melihat tubuh kurusku. Mengamati kelopak mataku yang mulai menghitam. Mendengar batukku yang tiada henti...setelah tanya jawab pendek, aku langsung dirujuk untuk melakukan test darah, test dahak dan rontgen...Aku terhenyak, tidak mengira harus melakukan serangkaian test ini karena niatku hanyalah meminta obat batuk dan antibiotik...
" Harus test malam ini juga..." dokter itu menatapku tajam....aku menghela nafas. Aku mulai memahami apa yang ada di benak dokter itu...

" Ada indikasi saya terserang TBC ya dokter ? " tebakku....dan dokter itu pun mengangguk pelan..
" Well..kita lakukan test dulu ya untuk memastikannya..." Malam itu...dengan langkah gontai aku melakukan test laboratorium yang sesungguhnya amat kubenci karena aku sangat takut dengan jarum suntik ! Setelah test, aku pun bergegas pulang sambil membawa setumpuk obat yang harus kuminum. Esoknya, aku masih melakukan aktifitasku seperti biasa. Mengurus anak, mengantar anak ke sekolah dan selebihnya aku focus untuk mengumpulkan donasi untuk hewan qurban yang akan kupersembahkan bagi anak-anak pemulung, anak-anak dhuafa serta seluruh masyarakat marginal di kawasan TPA Bantar Gebang tempat aku melakukan pembinaan disana. Dan pagi itu...di saat aku sedang sibuk mendata jumlah hewan qurban, tiba-tiba Blackberry ku berbunyi....dokter yang semalam memeriksaku menelponku ! What's goin on ? aku merasa ada sesuatu yang amat penting sehingga dokter pun harus menelponku sepagi ini... Dan.....aku hanya terpaku mendengar uraian sang dokter bahwa aku harus secepatnya masuk rumah sakit, rawat inap dan dilakukan penyedotan paru-paru dikarenakan ada kebocoran di paru-paru sehingga udara mengisi selaput luar paru-paru dan menekan balik paru-paruku sehingga paru-paruku mengecil tidak bisa mengembang sempurna...
" Ya Allah...Laa Ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minazhzhalimiin...Alhamdulillahi alaa kullihaal "....hampir menangis rasanya aku mendengar kabar ini...masih segar ingatan di benakku di kala aku menatap bapak mertua yang wafat di pelukanku dikarenakan cancer paru-paru..dan kini, aku sendiri pun harus menjalani penyedotan karena paru-paru sobek...

Segera setelah suamiku datang dari kantor, aku pun bergegas menuju rumah sakit dan langsung dilakukan tindakan pemasangan infus, oksigen dan pengambilan darah..dalam waktu sekejap tubuhku sudah penuh dengan selang dan jarum...Aku masih saja belum percaya dengan yang terjadi pada tubuhku ini...sekian lama aku bertahan dan menganggap sebagai flu dan batuk biasa, kini aku harus menyerah menjalani penyedotan...sambil menunggu dokter spesialis paru yang akan melakukan penyedotan, tiba-tiba Blackberry ku berbunyi...dan hatiku semakin ciut...perih rasanya mendengar kabar bila istri karyawanku yang sedang berjuang saat melahirkan itu pun akhirnya wafat karena pendarahan..Aku meneteskan air mata. Tak ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya kini....

Dengan tangan yang penuh jarum suntik dan selang bergelantungan, aku mencoba menelpon ke beberapa karyawanku untuk turut membantu pengurusan jenazah serta memastikan biaya rumah sakit si istri tersebut.
Setelah dua jam menunggu, akhirnya sang dokter itu pun tiba...Selain dilakukan penyedotan, dilakukan pula berbagai test untuk memastikan aku tertular TBC atau tidak. Dokter semakin khawatir ketika mengetahui bila aku intens pergi ke wilayah TPA Bantar Gebang bahkan berinteraksi dengan para penderita TBC disana... Dan...saat yang mengerikan itu pun tiba. Setelah anestesi lokal, paru-paruku pun dicoblos dan dilakukan penyedotan. Jarum besar ( seperti buat nyuntik sapi ! ) menembus kulit diantara rusuk samping. Ya Allah....kurasakan sakit yang luar biasa selama sehari penuh sampai-sampai kurasakan tubuhku lumpuh separuh. Analgesik yang kuminta setiap 6 jam ternyata tak cukup ampuh untuk meredakan sakitku.... Begitulah hari-hariku di rumah sakit selama seminggu. Badanku serasa lumpuh separuh tak kuasa bergerak. Antara sadar dan tidak. Kurasakan ketidakberdayaan tergeletak di bed pasien. Bahkan untuk makan dan minum sendiri pun ku tak mampu. Namun Alhamdulillah ku memiliki banyak sahabat dan teman-teman yang begitu tulusnya mengurusku. Di kala ba'da shubuh suamiku sudah berangkat ke kantor, sahabat-sahabatku inilah yang setia menunggu dan mengurusku. Berduyun-duyun mereka menjengukku. Aku tak sanggup berkata-kata...hanya mataku yang berkaca-kaca terharu melihat begitu banyak cinta yan tercurah untukku. Dan kurasakan betul di saat aku sedang sakit seperti ini..jazakallohu khair yaa ukhti...Begitu indahnya cinta kalian yang tersimpan di hatiku...Airmataku semakin mengalir deras ketika guru-guruku dari Bantar Gebang menjenguk. Di kala melihat air mata mereka bercucuran, hatiku semakin runtuh. Ada perasaan bersalah telah ' meninggalkan ' mereka di saat mereka membutuhkanku..
" Yaa Rabb...sembuhkan aku. Kuatkan aku. Ku tak akan menyerah oleh sakit ini. Aku harus kuat agar aku bisa membantu saudara saudariku yang sedang membutuhkan uluran tangan di luar sana..."....
Selama seminggu, menunggu dan menunggu vonis dokter begitu menegangkan bagiku..Alhamdulillah test Mantuk (-) yang berarti aku tidak tertular TBC. Namun aku masih harus menunggu hasil rontgen terakhir...
Dan sore itu...dokter memasuki kamarku dengan terburu-buru. Wajahnya tegang membawa hasil rontgenku...
" Mbak Wulan Sari....saya mohon maaf ya jika kabar ini kurang nyaman. Kondisi Mbak memburuk, dan saya sarankan untuk dilakukan penyedotan dengan selang yang lebih besar. Dilakukan di kamar operasi. Akan dibius total koq jadi tidak perlu takut..."... Aku terdiam pias. No...aku menggeleng kuat-kuat...air mataku spontan membanjiri pipiku...
" Tidak, dokter...saya tidak mau dioperasi lagi. Saya mau pulang. Saya sudah berjanji kepada anak saya bahwa akan pulang sore ini. Dia pasti menangis kecewa jika mamanya tidak jadi pulang..." Aku tak lagi hiraukan berbagai alasan dokter....aku hanya menangis dan mengirimkan pesan singkat by BBM ke suamiku...
" Pulanglah cepat. Aku harus operasi. Aku tidak mau. Bawa aku pergi dari sini..."
.
Tak lama kemudian, suami pun menelpon sang dokter dan melakukan negosisi hingga akhirnya diputuskan
aku pulang secara paksa. Dan malam itu adalah malam yang sangat menyiksaku. Dengan gelang rumah sakit yang masih melingkar di tangan, plester menempel di sana sini, tubuh gontai dan wajah memucat, aku pun pulang paksa dan mencari second opinion ke tempat lain.... Dan akhirnya aku terdampar di sebuah rumah sakit di Jakarta..Aku memohon kepada sang dokter...
" Dokter..ijinkan saya berjuang untuk pulih tanpa harus menjalani operasi ini..Beri saya waktu seminggu lagi. Jika dalam waktu seminggu ini saya tak mampu bertahan, maka silakan operasi saya..."...sang dokter pun mengijinkan aku observasi di rumah setelah aku menjalani test darah lagi untuk mengetahui alergi di tubuhku.
Singkat cerita, selama seminggu aku observasi di rumah. Full bedrest dan meminum obat dari dokter. Saat-saat inilah yang sungguh menegangkan. Kondisiku sering drop, batuk hebat sampai berdarah, dan sesak nafas yang kian menyiksaku. Tersengal-sengal hebat sampai aku membutuhkan oksigen agar aku bisa bernafas agak longgar. Dengan tertatih-tatih aku terus berjuang agar hasil rontgen membaik. Yaa Rabb....kuatkanlah aku...kuatkanlah aku...jika aku harus menjalani operasi itu, maka recovery nya akan semakin lama. Begitu banyak kewajiban yang akan terlalaikan olehku...Aku harus kuat. Harus kuat...
Alhamdulillah...masa kritis itu pun lewat. Aku lolos dari vonis operasi. Selama sebulan aku bolak-balik ke rumah sakit untuk melakukan rontgen, therapy dan CT scan, finally aku dinyatakan sudah cukup sehat untuk beraktifitas...Namun dari CT scan itulah terlihat bahwa paru-paruku memang lemah. Terdapat pelebaran di beberapa saluran sehingga meregang dan dindingnya menipis. Itulah yang membuat mudah sobek. Dokter juga mengatakan, kondisiku diperparah karena aku menghirup udara kotor dan polusi tinggi selama bertahun-tahun. Aku menunduk diam di hadapan dokter....
" Mulai sekarang, jangan sering-sering ke TPA Bantar Gebang. Jika pun mau kesana, tidak boleh terlalu lama. Harus memakai masker. Tidak boleh mendekati zona yang membahayakan paru-paru Anda. Jika mulai drop, hentikan aktifitas anda, segera istirahat dan diobati. Jika masih bandel, bisa saja kasus paru-paru bocor ini terulang lagi...dan anda tahu kan apa resikonya ? "....aku menelan ludah. Ups....serasa sedang diinvestigasi intelegen Pentagon, he..he.. Lalu ku masih menawar lagi larangan ini...
" Bolehkah saya mengunjungi mereka di bedeng-bedeng, dokter ? "...sang dokter menatapku tajam sambil menggeleng..Kembali aku menunduk dan airmataku serasa menggantung siap jatuh. Bagaimana bisa kutinggalkan bedeng-bedeng itu...karena di tempat itulah ku bisa berinteraksi langsung dengan keluarga para pemulung, karena di tempat itulah aku bisa melihat di kala anak-anakku memegang perut-perut yang melilit kelaparan tak ada sebutir nasi pun. Dan hanya kulihat seonggok nasi aking berwarna kemerahan. Tanpa lauk....Sejujurnya, last minute sebelum aku dilarikan ke rumah sakit, aku sudah menyisihkan kantong-kantong beras untuk kubawa ke bedeng-bedeng itu. namun keinginanku ini tertunda karena aku keburu sakit...
Dan....betapa ku sangat merindukan 'anak-anakku' itu...
Sudah 2 bulan ku tak menjumpainya. Setiap kali ku buka komputer dan melihat foto-foto mereka, aku hanya bisa terisak tertahan...
" Nak....Ibu merindukan kalian....." Perih hatiku di kala mendengar cerita dari guru-guruku bahwa anak-anak ini hampir setiap hari menanyakan kemana bu Sari...setiap kali aku minta sopirku untuk mengirimkan bantuan beras dan sembako kesana, anak-anak ini spontan berlarian keluar kelas dan merubung mobilku. Berjongkok sambil menanti Bu Sari turun dari mobil. Dan setiap kali itu pula mata-mata mungil itu kecewa karena Bu Sari tidak pernah lagi menjumpai dan memeluk mereka... Sampai suatu hari..sang Kepala Sekolah iba melihat anak-anak mungil ini selalu menanyakan dimana Bu Sari-nya....Dia menelponku dan memberikan kesempatan kepada anak-anak itu untuk berkomunikasi langsung denganku...Begitu riuh rendah bersahutan ingin bicara denganku. Hingga akhirnya mereka koor bersamaan..
" Bu Sari cepet sembuh, yaaaa. Cepet kesini yaaa. Kami kangen sekali...".....air mataku kembali bercucuran. Tak kuasa ku mendengar suara-suara mungil ini begitu merindukanku...
Yaa Rabb....ku tahu bahwa paru-paruku tak lagi sempurna dan sekuat dulu. Ku tahu resikonya jika ku tak mematuhi anjuran dokter. Ku tahu bahwa aku harus hati-hati menjaga paru-paruku ini...Namun Engkau yang memiliki jiwaku, tubuhku, semua organ yang melekat di badanku ini. Kuatkanlah aku, Yaa Rabb....Aku merindukan mereka. Ku tak mampu jika harus kehilangan kesempatan untuk mendekap dan mencium mereka. Ku tak mampu berpisah sekian lama...aku selalu memohon kepadaMu...Dekatkanlah aku kepada hambaMu yang fakir miskin di manapun mereka berada...ku ingin menyayangi mereka. Sebagaimana junjunganku Rasululullah SAW mencintai mereka...Melekat erat dalam hatiku sebuah kalimat yang disabdakan Beliau... "Jika kalian ingin mencariku, maka carilah aku diantara orang-orang miskin itu...."
Kalimat ini begitu indahnya buatku....Dan itulah yang menyuntikkan spirit untukku...Meski bedeng-bedeng itu begitu busuk bagi orang lain, tetapi disitulah aku menemukan cintaku dalam dimensi yang kadang sulit diterima oleh orang lain...Di tempat-tempat inilah yang membukakan mataku. Hatiku....Jangan sampai langkahku terhenti untuk merengkuh mereka. Paru-paruku yang tak lagi sempurna bukanlah penghalang bagiku.... Pak dokter..mohon maaf bila sesekali ku melanggar laranganmu...Ku tak kuasa menghentikan langkahku untuk mendekati mereka.....Di belahan bumi manapun, ku ingin tanganku ini mampu meraih tangan mereka dan kubisikkan... " Ana uhibbul faqri..."
Dan tak kan terhenti langkahku untuk mendekati mereka, merengkuh mereka dan mencurahkan cintaku sebagaimana Rasulullah SAW mencurahkan cintanya kepada umat ini... Dan seakan ku ingin menitipkan pesan kepada junjungan yang kucintai ini..
" Yaa Rasulullah...Kucintai anak-anak mungil ini seperti kau mencintai mereka. Seperti yang kau katakan bahwa jika ingin menemui-mu maka aku harus mencarinya diantara umatmu yang fakir miskin ini...dengan mencintai mereka, ku berharap suatu saat bisa menjumpaimu di syurga Allah..."
Aamiin Yaa Rabb.....

Beberapa bulan kemudian......
Terimakasih Yaa Rabb.........ku telah kembali ke tempat ini. Menyusuri bedeng-bedeng kumuh untuk menjumpai anak-anakku lagi...kembali kurasakan dekapan hangat dan tangan-tangan mungil yang berebut menyalamiku. Bercengkerama dengan teman-teman guru.... Paru-paruku sungguh amat mengerti ' hatiku '....tak putus-putus ku memohon kepada Allah agar senantiasa menjagaku...Juga tentu saja ku merengek kepada suami untuk mengijinkanku kembali menjumpai malaikat kecilku..... Alhamdulillah sudah setengah tahun berselang, ku benar-benar bisa merasakan kembali atmosfir TPA Bantar Gebang ini.....pengap, bau, pening, gerah, keringat bercucuran.....semua tetaplah indah bagiku....karena begitu banyak cinta yang menungguku disini.....