Saturday, February 27, 2010

Di sebuah Talkshow

One day in a talkshow....selama hampir dua jam aku duduk manis di panggung kecil di hadapan seorang moderator dan narasumber lainnya. Dengan disaksikan oleh pengunjung dari segala segmen. Namun yang pasti mereka adalah para pencinta buku dan pencinta ilmu karena even yang diselenggarakan adalah sebuah islamic book fair...Dan sore itu aku diundang oleh Badan Wakaf Al Qur'an untuk mengisi sebuah Talkshow berkenaan dengan program Wakaf Air Bersih yang direncanakan dilakukan pula di wilayah TPA Bantar Gebang yang tentunya sangat memerlukan ketersediaan air bersih. Dengan minimnya fasilitas yang tersedia oleh pemerintah maka dukungan sektor swasta tentunya akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat disana...
Hampir selama 2 jam aku dan para narasumber lain dihujani dengan berbagai pertanyaan berkenaan dengan thema terkait. Hingga pada akhir session, tiba-tiba terlontarlah sebuah pertanyaan dari seorang ihwan yang dengan menggebu-menggebu mempertanyakan " Kenapa harus Bantar Gebang ? Jangan-jangan ini hanyalah sebuah project mercusuar untuk kepentingan tertentu ? Bukankah akhir-akhir ini sudah banyak pejabat yang tiba-tiba mengexpose dirinya di wilayah itu, seolah-olah peduli kepada kaum wong cilik ?.....bla..bla..bla..."...ihwan tersebut juga menambahkan bahwa hatinya galau di saat melakukan kunjungan ke bedeng-bedeng pemulung dan memberikan bantuan mie instant dan baju-baju bekas namun yang diterimanya hanyalah sikap sinis. Bukannya ucapan terimakasih. Beliau juga mengatakan dengan menggebu-gebu bahwa income para pemulung itu besar, jadi percuma bila kita berikan bantuan....
Aku tersenyum sesaat melihat tatapan ihwan yang tajam dan suara yang menggebu-gebu bak orator di kampanye-kampanye...
Setelah moderator memberikan kesempatan kepadaku, kujawab dengan tenang semua kegalauan ihwan itu...
" Ihwan...ketahuilah bahwa di saat pertama kali saya datang kesana untuk menawarkan bantuan, yang saya terima adalah tatapan curiga, ucapan sinis, diusir, diteror preman, dipalak oleh centeng-centeng yang haus uang...jangankan ucapan terimakasih. Saya sudah kenyang menghadapi demo dan ancaman diusir. Difitnah dan ditelikung...Jadi yang antum alami masih terlalu manis. Tak perlu galau. Karena saat kita melangkahkan kaki merengkuh kaum marginal yang dikepung oleh kefakiran harta, iman dan ilmu, jangan pernah berharap dengan ucapan terima kasih dan senyum. Karena yang kita lakukan hanyalah merindukan tatapan Alloh. Jika Anda berpikir bahwa kita cukup memberikan mereka dengan mie instant, sembako dan pakaian bekas, itu adalah paradigma yang keliru. Dan paradigma inilah yang harus dibongkar. Membina kaum pemulung, mirip dengan saat membina kaum anjal...Mereka bisa makan koq karena memang memiliki penghasilan. Bahkan handphone mereka lebih bagus dari handphone saya. Maka, jangan berikan sesuatu yang membuat mereka semakin manja dan tengadah tangan. Tapi datanglah kepada mereka dengan sebuah pembinaan. Lain hal bila Antum datang ke daerah-daerah korban bencana alam, tentu mie instant dan pakaian bekas yang Antum bawa sangat bermanfaat. Tetapi tidak untuk pembinaan kaum pemulung ini. Maka pada saat saya datang untuk merengkuh wilayah marginal seperti ini, konsep yang saya bawa adalah dakwah bilhal..Melalui pendidikan, taklim, pelayanan kesehatan, penyuluhan, pelatihan wira usaha, mencarikan solusi agar mereka tak lagi menjadi manusia sampah...Dan satu hal yang menjadi bekal saya adalah kelurusan niat semata-mata karena Alloh. Jangan pernah meracuni jihad kita dengan syahwat ingin ditatap dan dipuji oleh makhluk. Ingin mendapatkan sanjungan dan ucapan terimakasih yang bertubi-tubi. Bila Antum mengatakan tentang pejabat-pejabat yang tiba-tiba tertarik berpose dengan wong cilik di wilayah itu, itu bukanlah urusan saya. Itu urusan mereka dengan Sang Rabb yang Maha Menatap hati-hati mereka. Saya tidak mau menghakimi siapapun. Biarlah kelak kita membawa catatan amal kita masing-masing ke hadapan Alloh sesuai dengan niat kita yang terpancang di hati masing-masing. Alloh Maha Menatap....Dan harap Antum tahu...bahwa di wilayah yang saya masuki benar-benar terjadi sebuah pendangkalan aqidah yang menggerus iman saudara saudari kita. Semua terjadi di depan mata saya. Dengan kondisi seperti itu, akankah saya diam berpangku tangan ? Akankah saya termangu hanya menghujat para pendakwah yang sudah terlalu sibuk dengan jawal di perkotaan sehingga bumi Alloh yang dihuni oleh kaum marginal ini terlalaikan ? Tidak, Antum....saya tidak mau berdiam diri. Saya merasa terpanggil untuk datang kesana. Dengan atau tanpa didukung oleh siapapun, saya tetap akan melangkahkan kaki saya ke wilayah-wilayah seperti ini sesuai dengan kekuatan saya.. Saya tidak peduli dengan tingkah polah para petinggi yang banyak berorasi dan retorika-retorika karena kepentingannya masing-masing. Yang lebih penting adalah saya memulai sebuah kebaikan dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal yang kecil dan lakukan sekarang juga. Enough...Alloh Maha Menatap semua yang kita lakukan. Tak perlu hal-hal hebat. Namun lakukan amalan-amalan sederhana namun istiqomah dan penuh keikhlasan. Alloh lah yang akan menguatkan dan mengokohkan...."
Aku menghela nafas setelah pajang lebar mengemukakan jawaban-jawaban ini. I don't know wheter he would be satisfied or not. But I've told the truth....
Sejenak para pengunjung terdiam. Hening. Hingga akhirnya ada seorang ukhti yang mengacungkan tangan menawarkan diri menjadi seorang volunteer....
Aku tersenyum tulus. Semoga secuil untaian kata yang kulukis dalam even talkshow ini bisa memberikan sebuah gambaran riil tentang dakwah bilhal di wilayah marginal macam TPA Bantar Gebang ini...
Memang kadangkala hati ku pun galau kala melihat orang-orang di sekelilingku sibuk menginginkan sebuah kemahsyuran dan pujian atas kontribusi yang mereka ukir untuk kaum marginal ini...Ku tertunduk malu. Di kala di depan mata masih kuhadapi sekian banyak permasalahan sosial dan krisis dien, sempatkah ku berpikir untuk menginginkan kemahsyuran dan pujian ? Yaa Rabb....palingkan aku dari syahwat seperti ini.