Saturday, July 24, 2010

Ibu...aku ingin bangku sekolah...!


Aku berdiri di depan sekolah. Mematung menyapu seluruh sudut sekolah dengan dada berat...tahun ajaran baru ini, di bulan Juli 2010 jumlah siswa kembali membludak...mencapai 200 siswa. Ku tak mampu menolak malaikat mungil yang menatap dengan polosnya ingin bersekolah disini...
Jika sekolah-sekolah elit memaknai membludaknya siswa dengan senyuman karena significant dengan membludaknya uang pangkal dan income sekolah, maka aku hanya bisa garuk-garuk kepala dan nyengir melihat pendaftar yang berbondong-bondong....Jumlah siswa membludak, aku pasti harus menambah jumlah guru. Menambah jumlah bangku. Menambah jumlah susu untuk perbaikan gizi mereka. Menambah peralatan tulis dll...Sementara kami masih dihadang pula oleh keterbatasan ruang kelas....
Setelah raker dengan para guru, kami putuskan untuk membuat sekat yang terbuat dari bilik bambu agar kelas bisa dibagi-bagi lagi untuk menampung siswa. Masalah selesai ? Belum.....Bangku-bangku kurang. Siswa berebut bangku. Cakar-cakaran, nangis, menjerit......
Aku langsung ambil langkah seribu menuju pengrajin bangku untuk segera memesan bangku....
" Berapa Pak ? ".....aku langsung menelan ludah begitu kubaca tagihannya mencapai hampir 5 juta rupiah...Ini pun baru sebagian jumlahnya karena aku sudah kehabisan uang...Untunglah si Bapak pengrajin ini sudah menjadi langgananku untuk ' berhutang '....ha..ha....ha...Beliau tahu persis bahwa bangku-bangku ini untuk anak-anak pemulung sehingga Beliau sangat mengerti dengan menipisnya uang di dompetku...
Alhamdulillah hanya dalam waktu beberapa hari, bangku yang kupesan akhirnya terkirim ke sekolah...Anak-anak kembali tenang duduk di bangkunya masing-masing....
Setiap kali aku melongok ke dalam kelas, aku hanya bisa mengelus dada sambil tersenyum...Karena sekat terbuat dari bilik bambu yang hanya setinggi 2 meter, maka suara bersahut-sahutan antara 2 kelas. Jika guru kelas yang satu sedang mendikte, maka guru di kelas yang lain harus ' mengalah ' diam sejenak...Begitulah pakem toleransi yang sudah tertanam begitu indahnya di sekolah ini...
Tidak mengapa....meski ruang kelas kami tak lebih baik dari ruang kelas di film Laskar Pelangi - even worst - akan tetapi aku selalu menyuntikkan spirit kepada semua guruku...
" Kalian bukan hanya sekedar guru bagi saya. Anda semua adalah mujahid dan mujahidah yang hebat di mata saya. Bersabarlah dengan kondisi kita yang sederhana ini. Dari guru-guru yang ikhlas dan hebat, Insya Alloh akan tercetak anak-anak yang hebat pula. Saya tidak bisa memberikan apa-apa...tetapi yakinlah bahwa Alloh menyimpan pahala yang tiada terhingga untuk kalian. Luruskan niat. Pupuklah keikhlasan. Perjuangan ini adalah jihad yang luar biasa untuk memerangi kebodohan...Cintailah anak-anak kita ini dengan sepenuh hati. Jika Anda semua ikhlas menerima kotor dan bau mereka, kelak akan tergantikan oleh harumnya syurga...."...Honestly...bukan hal yang mudah untuk setiap saat berinteraksi dengan anak-anak ini. Bila tidak terbiasa mungkin akan muntah-muntah. Minimal mual....Mereka jarang mandi bersih, jarang menggosok gigi. Kuku-kuku panjang kehitaman, rambut merah dan kumal. Bila mereka menyalami kami, kami sudah siap jika ingus mereka menempel di telapak kami...
Maka tak berlebihan bila kukatakan bahwa guru-guruku adalah insan yang hebat.
Di sekolah ini, anak-anak demikian merindukan kasih sayang dan kelembutan setelah mereka dihajar oleh ketidakpedulian dan terenggutnya keceriaan dalam hidup mereka. Di saat anak-anak orang kaya merasakan kenyamanan dan pelindungan dari orang tuanya, anak-anakku di lautan sampah ini sungguh haus usapan lembut orang tua mereka. Di saat anak-anak orang kaya sibuk les musik, les komputer, les ini dan les itu...anak-anakku di lautan sampah ini memanggul keranjang dan pengait besi untuk melakukan tugas yang sesungguhnya belum menjadi tanggungjawab mereka...
Maka tatkala mereka bisa tersenyum ceria di sekolah, itulah pemandangan indah yang menyejukkan hatiku...Ku ingin selalu melihat keceriaan mereka...Maka ketika anak-anakku ini berebut bangku sampai harus cakar-cakaran dan menangis, kepedihan sangat menghentak dadaku....Mereka hanya ingin bangku sekolah....bukan mainan mahal ratusan ribu rupiah. Maka menjadi tanggungjawabku untuk segera kupenuhi mimpi mereka untuk bisa duduk nyaman di bangku sekolah mereka...." Seperti sekolah beneran, yah ? "....celotehan lugu yang selalu aku ingat hingga kini di kala pertamakali mereka bisa merasakan duduk di bangku sekolah seperti di sekolah-sekolah yang lain....
Ya Alloh....jangan biarkan aku rapuh karena aku ingin selalu menguatkan mereka. Jangan biarkan aku terlena karena ku ingin senantiasa terjaga untuk mencintai mereka.....