Saturday, July 24, 2010

Sebuah kisah di balik kunjungan KAJI ( Komunitas Alumni Jepang di Indonesia )

29 Agustus 2010


Para eksekutif dan pengusaha yang tergabung dalam komunitas KAJI ( Komunitas Alumni Jepang di Indonesia ) beberapa minggu yang lalu menelponku dan memberitahukan bahwa akan mengadakan kunjungan dan ifthar jama'i di sekolahku. Mereka begitu antusias untuk menceriakan anak-anakku dengan berbagai kegiatan yang sudah dirancang...hingga tibalah waktunya mereka hadir di tengah-tengah kami sesuai jadwal yang telah disepakati....
Jam 12 siang....anak-anak mulai berkumpul di aula. Mereka dengan khusyu mendengarkan dongeng dari Bpk. Diki dan Bpk Sigit....sesekali mereka berteriak bersahut-sahutan menjawab tebak-tebakan...Aku duduk di tikar sambil terus memotret dan mengamati tingkah polah anak-anakku. Tak lama kemudian disetel sebuah animasi versi Jepang yang berjudul Spirited Away untuk memotivasi anak-anak ini...sejenak kutinggal ke kantor guru karena aku ada jadwal meeting.
Jam 4 sore...mulailah anak-anak dihangatkan oleh games games yang lucu semacam team building. Kembali mereka dihujani dengan beberapa hadiah. Beberapa guru-guru berbisik kepadaku..." Ibu, sore ini banyak anak-anak dari luar yang ikut nimbrung di sekolah kita. bagaimana nih ? Ntar nggak cukup lho pada saat pembagian paket hadiah..." ...
Aku pun mulai mengamati lebih seksama. Lalu kuperintahkan guru-guru mulai siap dan mengantisipasi supaya tidak terjadi keributan nanti. Kami mulai menghitung-hitung jumlah anak yang ada di ruangan ini...Wow...memang melebihi quota. Gawat nih...bisa terjadi keributan nanti...
Jam 5.30 sore......untuk mengisi waktu, kami pun keluar dari aula dan berkumpul di halaman sekolah. Kami mulai panik karena warga mulai berduyun-duyun datang. Nasi pax belum datang...kepanikan mulai terasa...
Jam 6 sore...ketika adzan maghrib terdengar, mau tidak mau anak-anak segera kami pulangkan. Last minute, nasi box pun datang. Kami absen satu persatu untuk memasuki aula dan mendapatkan takjil, godybag, buku tulis dan snack serta nasi box...
Keributan mulai terjadi...Aku sebagai penjaga gawang di pintu betul-betul harus berpegangan supaya tidak jatuh terdorong-dorong. Dengan memegang megaphone aku pun berteriak sana sini untuk menghandle situasi yang mulai memanas..Para volunteer dari KAJI mulai kewalahan dan panik melihat situasi yg kurang kondusif sore ini...
Jam 6.15....seluruh nama yang tertera di absen sudah terpanggil semua. Di luar masih bergerombol anak-anak dan orang-orang dewasa yang sebenarnya tdk diundang namun ngotot mendapatkan jatah padahal paket memang sdh habis. Lalu dengan halus kuminta mereka untuk pulang agar situasi kembali tenang. Kujanjikan bahwa di hari lain akan tiba giliran mereka untuk mendapatkan jatah buka puasa bersama..Kami pun menuju aula untuk sholat berjamaah..
Baru saja aku duduk di tikar dan akan meminum es kolak, tiba-tiba kudengar suara laki-laki berteriak...
" Mana bu Sari.....! " aku segera berdiri dan berlari menemui suara lantang itu. Seperti yang sudah kuduga, pasti akan terjadi hal yang tdk mengenakkan ini. Kembali aku menjadi bamper. Didamprat, diancam akan dibakar sekolahku, diobrak abrik dan diusir dari sini. Awalnya aku berusaha kalem. Namun laki-laki ini tak jua merendahkan suaranya. Masih saja petentang petenteng dan berteriak-teriak...Aku pun habis kesabaran dan meladeni garangnya dia...
" Ohhh...Bapak mau bakar sekolah ini ? Mau ngobrak ngabrik sekolah ini ? Sok, ayo silakan kalau berani !! Saya tunggu disini. Akan saya lihat sampai Bapak selesai membakar dan merusak sekolah ini. Setelah itu saya seret Bapak ke penjara. Ayo !! Silakan kalau berani !!! " tantangku...
Sempat kulirik sekilas di pinggangnya. Aku harus waspada karena beberapa kali mengalami situasi semacam ini dan berbuah mendapat ' hadiah ' golok dari orang yang mengancamku.
Singkat cerita, laki-laki itu akhirnya pulang setelah gagal menggertakku.
Baru saja aku duduk diantara para tamu untuk acara sharing dan berdoa, tiba-tiba datanglah seorang ' utusan warga ' yang dengan arogannya berdiri dan menatap dengan tajam ke seluruh penjuru ruangan. Kembali aku harus debat sengit dengan laki-laki itu....Intinya, dia ngotot memintaku agar mendapatkan jatah, bagaimanapun situasinya....
" Bapak...mohon dengarkan penjelasan saya. Saya sudah berusaha mengatur sebaik-baiknya agar semua mendapatkan bagian secara merata dengan cara bergiliran karena jatah dari tamu memang terbatas setiap harinya. Mustahil saya bisa memenuhi keinginan semua warga sementara sumbangan nasi bungkus ataupun snack sangat terbatas. Meskipun kami sudah berusaha mengatur sebaik-baiknya, namun rasanya tetap saja tidak bisa memenuhi nafsu warga yang tidak mau bergantian dan serakah minta jatah terus dan tidak peduli kepada saudara-saudaranya yang lain. Lalu, apakah saya harus menuruti orang-orang semacam ini ? Tidak ! Jangan harap saya menuruti keserakahan mereka. Saya datang ke tempat ini dengan misi untuk mendidik dan membina warga Anda supaya tidak bermental peminta-minta. Memiliki harga diri sebagai umat Islam yang kuat dan menjaga izzah Islam. Tidak dengan jalan selalu menengadahkan tangan saja dan mengumbar keserakahan. Itu misi saya. Bagaimana dengan Bapak sebagai aparat disini ? Mengapa Bapak justru terlena dan membiarkan warga Bapak semakin diperbodoh oleh pola pikir seperti ini ? ! Di depan kita ada para tamu yang sudah jauh-jauh datang menyapa masyarakat Bapak dan berusaha berbagi. Seharusnya kita tunjukkan dengan akhlak mulia sebagai tuan rumah. Bukan dengan atraksi cacian dan ancaman seperti ini. Percuma jika Anda berusaha menggertak saya. Sejengkal pun saya tidak akan mundur. Saya sudah berusaha santun dan mengalah selama ini. Saya berusaha memikirkan solusi meningkatkan pendidikan, kesehatan dan perekonomian warga sekitar sini. Namun jika Anda dan orang-orang itu masih saja merecoki saya dengan hal-hal sepele macam ini, saya juga bisa hadapi kalian semua dengan cara yang sama ! "....kurasakan suaraku semakin bergetar karena menahan amarah. Kutahan sekuat mungkin agar tidak terpancing suasana keruh ini.
Beberapa tamu wanita dari KAJI mulai meneteskan airmata dan memelukku. Mungkin mereka shock dan ketakutan melihat situasi tegang sore ini. Mereka memelukku erat-erat sambil menangis tertahan...
Segera kuminta laki-laki itu untuk pergi...
" Tolong tunda pembicaraan kita ini. Kita lanjutkan setelah saya mengantar para tamu pulang dengan selamat. Saya akan ladeni nanti setelah semua tamu pulang...." ucapku sambil berlalu dan menggandeng beberapa ibu-ibu dari KAJI yang mungkin pula masih gemetaran...
" Aduh, Bu Sari.....bagaimana mungkin Ibu yang bertubuh mungil ini berani adu argumen menghadapi preman-preman itu ? Kalau saya tidak sanggup menghadapi situasi semacam ini sendirian. Mungkin saya sudah pingsan didamprat seperti tadi...". Aku tersenyum pias mendengarnya..." Tenang Ibu...saya sudah biasa menghadapi situasi genting seperti ini. Insya Alloh bisa saya tangani. Mari Ibu-Ibu saya antar pulang dulu ya mumpung situasi masih terkendali. Silakan pulang dulu. Jika masih bertahan disini, saya khawatir dengan keselamatan kalian..."
Lalu aku antar para tamu menuju mobil masing-masing dan kupastikan tidak ada satu roda pun yang dikempesi oleh cecunguk-cecunguk itu. Sempat kudengar seorang tamu yang berbisik kepada suamiku..." Pak...bagaimana jika orang-orang itu masih saja mendesak bu Sari ? Apa tidak berbahaya tuh ? "....suamiku hanya senyum-senyum tenang...
" Insya Alloh tidak apa-apa Pak...Istri saya sudah biasa menghadapi situasi mencekam seperti ini. Insya Alloh dia bisa handle koq..." jawab suamiku sambil terus menatapku...
Aku tersenyum dan mengedipkan mata kepada suamiku sebagai kode bahwa aku masih belum membutuhkan bantuannya. Maka, setelah para tamu sudah pulang, segera kuhampiri warung depan sekolah sebagai tempat berkumpulnya para lelaki yang sudah siap-siap melakukan demonstrasi....Kulirik arlloji...." Wuih...sudah jam 8 malam. Aku masih saja bertengger di Bantar Gebang membereskan masalah klasik macam ini..." gerutuku...
Singkat cerita, kuhadapi para lelaki yang sudah merencanakan melakukan demo karena masalah sumbangan tadi dan kondisi semakin diperparah karena mereka tersinggung dengan ucapan salah seorang guru yang terpancing emosi dan membalas hardikan mereka dengan komentar yang mengusik harga diri mereka...
Membutuhkan 45 menit untuk dialog dengan mereka semua. Sungguh menguras tenaga dan seni untuk adu argumentasi dengan masyarakat seperti ini. Harus tegas tapi kadangkala harus lembut. Ketegasan tetap kulakukan dalam koridor menegakkan sebuah kebenaran. Tetapi di kala sudah mulai kulihat ada celah untuk menyentuh hati mereka, maka aku melakukan approach dengan kelembutan khas seorang Ibu yang sedang menasihati anaknya. Alhamdulillah selesai sudah aku meredam gejolak ini. Minimal untuk malam ini saja bisa menahan mereka untuk tidak demo dan bersikap anarkis...
Sekitar jam 9 malam aku pun melompat ke dalam mobil. Suami dan kedua mujahid mungilku senantiasa menatapku dengan seksama. Aku menghela nafas dan menyeka peluh yang bercucuran....
" Let's go home now..." ajakku kepada suami. Beliau segera menstarter mobil dan melajukan mobil dengan perlahan. Lalu aku menoleh kepada kedua putraku yag duduk dengan tegang di kursi tengah..." Hey kids...what did you see ? Did you see Mom face the thugger ? Do you brave to face the thugger like Mom ? You must strong dan brave to face the constrain like yor mom did, okay ? Never surrender in fighting the crime...It's the real life. You must taugh. You must defend the truth based on your faith and Islam..." aku kepalkan tanganku sebagai ekspresi rutinku di saat mengobarkan ghirah dakwah kepada kedua putraku....
Malam ini sungguh berkesan....But anyway, aku sungguh merasa malu di hadapan para tamu dari KAJI....tak sepantasnya mereka mendapatkan suguhan atraksi macam ini yang membuahkan ketakutan di benak mereka.
Esoknya, aku send short message kepada mereka untuk memohon maaf dan sekaligus menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kunjungan mereka....
Arigatou gozaimasu.....
Kejadian malam ini mungkin yang kesekian belas kali sejak pertamakali aku menginjakkan kakiku di Bantar Gebang ini. Tak jua menyurutkan langkahku untuk mundur dari sebuah perjuangan untuk memberikan pendidikan dan pembinaan bagi masyarakat marginal ini yang terkepung oleh kefakiran dien dan ilmu...
Setiap kali ditanya teman-temanku apakah aku gentar menghadapi preman-preman itu, aku hanya bisa nyengir dan tersenyum kecut...." Syaraf takutku sudah putus, 'kali...." jawabku santai...
Bukan bermaksud untuk takabur...namun di saat menghadapi situasi genting di medan dakwah yang keras macam ini, bukan waktunya lagi untuk bermanja-manja dan menangis menunggu bala bantuan datang...
" Hanya Alloh sebaik-baik pelindung bagiku...."
Itulah yang menguatkanku.....