Saturday, July 24, 2010

Semua hanyalah milik Alloh....

QS. Al Baqarah 155 - 157 : " Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk"

Ayat nan indah dan penuh hikmah. Terlalu sering ku menasihati kedua putraku berlandaskan ayat ini. Kali ini....sungguh ku harus menasihati diriku sendiri di kala ku mengalami peristiwa yang sangat membuatku terkenang hingga saat ini...
Di awal ramadhan 1431 H lalu aku mendapatkan kabar bahwa bapak mertuaku sakit. Segera kami sekeluarga terbang ke Surabaya dan mengunjungi Beliau....saat itulah hatiku berdegup kencang di kala mendapati Beliau merasakan kesakitan luar biasa. Diagnosa sementara hanyalah osteophorosis dan lambung yang luka...Aku menggeleng perlahan. Jauh di lubuk hatiku yang terdalam mengatakan bahwa ada sesuatu yang terpendam di tubuh bapak yang jauh lebih serius. Bahkan di kala aku menatap mata bapak...kurasakan sedih yang luar biasa karena tiba-tiba aku merasakan bahwa aku hanya punya waktu sebentar saja untuk bisa berjumpa dengan Beliau...segera kubisikkan kepada suamiku...
" Sayang, berikanlah perhatian yang lebih untuk bapak saat ini. Jangan sampai kau menyesal di kala sudah tak mampu untuk melihatnya lagi suatu saat nanti. Hati kecilku berkata, ramadhan ini adalah ramadhan yang terakhir bagi Beliau..."
Hingga akhirnya kami harus kembali ke Jakarta, bapak mertuaku mengantarkan kami sampai di teras rumah dengan senyum yang lebih segar...betapa sejuknya senyum itu. Aku melambaikan tangan sampai akhirnya bayangan bapak lenyap dari pandanganku...
Seminggu kemudian, di kala aku menikmati sahur....suamiku berkata lirih....
" Mama....bapak kanker paru-paru stadium 4 dan sudah menyebar ke tulang belakang dan lever..."
Aku mendadak terdiam. Piring yang sudah ada di tanganku segera kutaruh lagi....
" Innaalillaahi wa inailaaihi raaji'uun..."
Ada yang terasa runtuh di sudut hatiku. Kulihat ada buliran air di sudut mata suamiku. Dia tertunduk sedih...Sejak kudengar kabar ini, maka detik demi detik terasa semakin mencekam...
Hingga akhirnya suatu pagi di kala aku sedang dalam perjalanan menuju Bantar Gebang, kudengar kabar bahwa Bapak sudah mulai mengalami kelumpuhan kaki...Sepulang dari Bantar Gebang, perkembangan semakin memburuk karena kelumpuhan sudah mencapai perut....
Sesampainya di rumah segera kami hunting tiket pesawat online. Alhamdulillah berhasil kami dapatkan 4 tiket sehingga kami berempat bisa berangkat bersama-sama menuju Surabaya dan melanjutkan jalan darat menuju Malang tempat Bapak dirawat....
Dini hari kami sampai di Malang dan segera kami masuki ruang rawat inap tempat Bapak dirawat...
Di bed pasien, kulihat sosok ayah yang dulu gagah perkasa dan tegas, kini lemah tak berdaya dengan selang infus dan oksigen yang menancap di sana sini...
Kucium takzim telapak tangan bapak mertuaku. Airmataku meleleh perlahan. Aku hanya bisa duduk terpekur di kursi sebelahnya sambil membaca Al Qur'an.
Hanya sehari berselang, beliau harus dipindah ke Surabaya untuk ditangani oleh seorang Profesor ahli kanker. Namun karena beberapa ruas tulang belakang sudah mulai hancur, penyinaran tidak memungkinkan untuk dilakukan lagi..
Dua hari kemudian, kondisi Bapak semakin drop. Fungsi paru-paru hanya berfungsi 4 % saja. Dan di kala Beliau semakin tersengal-sengal, Beliau mulai meminta semua putra putrinya berkumpul...Di moment inilah terjadi hujan tangis...
Beliau meminta maaf kepada semua putra-putrinya, menantu dan cucu-cucunya. Beliau menitipkan sejumlah amanah anak asuh, anak yatim dan janda terlantar yang disantuninya. Bapak meminta segera dibelikan kain kafan dari hartanya sendiri agar tidak memberatkan orang lain....dan sejumlah nasihat yang sungguh memilukan kami semua yang mendengarnya...
Sekejap, kami beserta dokter memutuskan untuk memindah bapak ke ICU. Segera dokter memasangkan peralatan ventilator...Sesaat sebelum ventilator dipasangkan, aku mendekat dan membisikkan di telinga bapak...
" Bapak...satu hal yang bapak ingat bahwa kita harus tetap bertauhid kepada Alloh. Jiwa dan raga adalah milik Alloh. Maka ikhlaskanlah segala yang menjadi milikNya ini. Jangan pernah berhenti untuk melafazkan kalimat tauhid. Setiap kalimat yang bapak ucapkan, tutuplah dengan syahadat. Bila tak mampu dalam lisan, maka bapak bisa mengucapakan secara sirr dalam hati...Bila saat pemasangan ventilator nanti terasa sakit, jangan pernah berhenti berdzikir dan hanya bersandar kepada Alloh ya Pak ?..." Bapak menggenggam erat tanganku. Kulihat beliau mengangguk perlahan dan berkata lirih " Ya Nduk.."
Itulah suara bapak yang terakhir kali kudengar. Setelah alat ventilator terpasang, maka bapak tak lagi bisa bersuara karena pita suara terjepit alat...
Di ICU bapak mertuaku sempat berontak dan menginginkan pulang. Sungguh ku tak kuasa menahan pilu di kala bapak memohonku agar dibawa pulang karena ini adalah pilihan amat berat. Membawa pulang bapak, berarti pula harus melepas alat ventilator itu. Maka dalam waktu itulah bapak akan wafat karena fungsi paru-paru sudah mencapai zero....
Anak mana yang tega dengan pilihan seperti ini....
Setelah melalui perundingan dengan team dokter, maka diputuskan agar bapak tetap bertahan di ICU. Kedua tangan bapak diikat dengan tali agar tidak spontan melepas alat ventilator itu...
Hingga di suatu maghrib, aku kembali masuk ke ruangan bapak untuk menuntunnya sholat...
" Bapak...kita sholat maghrib yuk ?" ajakku pelan. Bapak mengangguk. Maka aku pun menuntun bapak untuk sholat maghrib. Kulihat lidah bapak bergerak-gerak melafazkan bacaan sholat. Subhanalloh....kulihat jemari tangan bapak bergerak pertanda beliau sedang berdzikir...
Selesai sholat, aku mulai membuka AlQur'an....
" Bapak...kita baca QS Al Kahfi ya ? Rasulullah SAW suka sekali membaca QS Al Kahfi di malam jumat seperti ini...." kulihat bapak mengangguk pelan dan mulai menikmati lantunan Al Kahfi yang kubacakan di sisinya...
Sekitar jam 6.30 kututup AlQur'an dan mulailah aku ' mengobrol ' dengan bapak....
" Bapak...Insya Alloh semua rasa sakit yang Bapak rasakan ini sebagai penggugur dosa. Bapak tinggal menghiasinya dengan kesabaran dan keikhlasan. Tak ada secuilpun keburukan dari semua kehendak Alloh. Kita senantiasa berdoa dan bertaubat agar Alloh membuka pintu ampunan dan mengangkat dosa-dosa kita ya Pak ? Jangan berkecil hati....percayalah bahwa Alloh sudah memilih hambaNya dalam menghadapi segala ujian ini sesuai dengan kemampuan kita. Semoga segala amal shaleh bapak selama ini akan menjadi amalan mulia yang diterima di sisi Alloh. Amiin. Talinya jangan ditarik-tarik lagi ya Pak ? Nanti akan semakin terasa sakit...lebih baik Bapak istighfar dan banyak berdzikir. Menikmati semua rasa sakit ini sebagai bentuk cinta Alloh yang dikaruniakan kepada Bapak...bukankah ketabahan, kesabaran dan keikhlasan Nabi Ayyub as berbuah keindahan ? Semua ini adalah ujian..kita harus menyikapinya dengan sabar dan ikhlas ya Pak ?..." aku elus-elus tangan Bapak dengan segenap cintaku yang dalam. Air mataku menetes perlahan...tiba-tiba Bapak membuka mata dan menatapku sekejap. Kami bertatap mata penuh makna. Aku tersenyum dan mengelus-elus dahi beliau....Itulah tatapan terakhir yang kulihat....
" Bapak letih ? "...bapak mengangguk..." Baiklah kalau begitu. Kita tutup pembicaraan kita dengan syahadat ya Pak ? Lalu Bapak beristirahat dulu...nanti akan saya bangunkan untuk sholat Isya' ya Pak ? "...bapak mengangguk perlahan lalu menutupkan mata. Aku mendekat ke telinganya dan menuntunnya untuk bersyahadat....
Aku terus mengelus-elus rambut beliau sambil meniupnya perlahan sebagaimana aku menidurkan anakku sendiri di kala masih bayi....Ya Alloh....kurasakan kedekatan bathin yang luar biasa saat ini. Bapak begitu damai dalam tidurnya...ku tak sadar bahwa tidurnya kali ini adalah proses menuju koma...
Malam itu aku minta ijin untuk mencuci baju dan istirahat sejenak karena sudah sekian hari mandiku tidak teratur bahkan di hari raya pun aku sekeluarga tak lagi sempat mandi...
Dan tibalah di saat terakhir bapak mertuaku menghadap Ilahi....
Ketika aku memasuki ruang tunggu ICU, Ibu mertuaku mengabarkan bahwa Bapak sudah dinyatakan koma. Beliau memintaku untuk segera memasuki ruangan Bapak. Segera kuambil AlQur'an dan kukenakan jas lab ICU....Aku tanya kepada dokter jaga...
" Dokter, dalam kondisi seperti ini, respon apa yang terakhir masih ada ? "
" Pendengaran, Bu...Pendengaran lah respon yang terakhir tersisa di saat manusia memasuki tahap koma..."
" Baik, saya akan menuntun beliau..."....
Aku bergegas memasuki ruang kaca tempat bapak dirawat...Kusibak selimut bapak. Jantungku serasa berhenti berdetak di kala kulihat kuku kaki sudah membiru dan melengkung. Ketika kupegang terasa sangat dingin. Sementara di bagian betis dan lutut masih hangat...Aku rasa saat inilah malikul maut mulai mengambil nyawa bapak secara perlahan...Dengan sigap kuraih kepala bapak dan kubisikkan dengan intens lafaz sayahadat. Kulihat bapak masih memberikan respon di kala bibirnya sempat mengatup. Berarti beliau masih tersadar...
Terus kulafazkan syahadat dan kupeluk kepala bapak mertuaku...Aku merasakan waktu semakin sempit. Ku tak ingin meninggalkan bapak dalam situasi seperti ini. Dengan terus mentalqin aku sesekali mengamati monitor jantung dan nadi yang semakin melemah...
Hingga akhirnya kulihat bapak cegukan 2 kali, saat itulah kulihat angka 0 di monitor....
Innaalillaahi wa inaailaaihi raji'uun...
Aku tak kuasa menangis terisak di sisi bapak mertua...
Hanya 30 menit berselang sejak aku memasuki ruangan ICU, akhirnya bapak mertuaku wafat di pelukanku.....
Saat di ambulance, kupeluk erat jenazah beliau. Ku tak lagi meneteskan air mata. Aku hanya termangu mengingat kenangan terindah bersama bapak mertuaku di sisa akhir hayat beliau...Kulihat wajah beliau begitu putih bersih dan damai di kala selesai dimandikan...
" Ya Rabb...jadikanlah sebuah akhir yang husnul khatimah bagi beliau. Angkatlah dosa-dosanya. Bukalah pintu ampunan baginya. Terimalah segala amal shaleh beliau..."
Di kala beliau masih sehat...beliau adalah sosok yang tegas dan jujur. Idealismenya sangat tinggi untuk menggempur kezhaliman dan kebobrokan mental orang-orang di sekitarnya. Kegigihannya dalam mendirikan masjid, sekolah-sekolah, pengairan di desanya dan menyantuni sekian anak yatim serta janda terlantar yang diamanahkannya untuk diteruskan oleh putra putrinya...
Kini, aku hanya bisa mengenang semua kebaikannya...seorang ayah yang begitu mengagumkan dan menjadi inspiring daddy bagiku...
Bapak...meski aku hanyalah menantumu, meski tak ada setetes darahmu pun yang mengalir dalam tubuhku, izinkan kusisihkan segenap cintaku yang tulus untukmu...betapa inginnya kuulangi lagi moment indah di kala aku bisa mencium takzim telapak tanganmu dan kubelai-belai rambut putihmu. Kuseka keringatmu dan kuberikan seteguk air di kala kau merengek kehausan....
Ana uhibbuka yaa Abi...
Yaa Rabb...cintailah ia dan tempatkanlah ia di sisiMu yang mulia....Amiin.