Tuesday, December 7, 2010

Menelisik Ridho suami


Aku begitu jengah menanggapi beberapakali pertanyaan
" Dengan segala kesibukanmu itu, apakah suamimu tidak protes ? "...dan bahkan pernah suatu kali seorang bapak berkata sinis kepadaku...kulirik sekilas, dalam genggamannya terlihat gulungan surat kabar yang hari itu memang terdapat liputan tentangku......
" Melihat Mbak yang sibuk mengurus anak-anak pemulung itu, saya tidak yakin jika Mbak juga sempat mengurus anak-anak mbak sendiri. jangan-jangan justru anak-anak mbak sendiri terlantar hanya dengan pembantu...bagaimana dengan suami Mbak sendiri ? Bagaimana bisa ia membiarkan istrinya menghabiskan waktunya di luar dan menelantarkan keluarganya ? ".... Aku hanya bisa tersenyum mendengar berbagai keraguan di benak orang-orang di luar sana...Tak perlu kujawab. Karena yang lebih berhak menjawab adalah suami dan anak-anakku...Mereka akan jujur tentang istri dan bunda mereka....
One day...pada saat liputan dari sebuah stasiun tv swasta, kembali seorang reporter menanyakan hal ini kepada suamiku....Maka dengarlah jawaban suamiku ini...rasanya sudah cukup jelas untuk menggambarkan betapa kami sekeluarga diliputi kehangatan dan komitmen indah karena hanya merindukan cinta dari Rabb kami....

" Saya dan istri saya memiliki sebuah komitmen dalam rumah tangga kami. Sejauh ini, istri saya masih sangat memegang teguh komitmen itu. Orang lain boleh berpikir bahwa istri saya tidak adil dalam membagi waktunya dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar lalu menelantarkan suami dan anak-anaknya. Namun kenyataannya jauh sekali dari prasangka itu. Setiap langkahnya selalu memohon ridho saya sebagai suaminya. Kakinya tak akan pernah melewati pintu jika saya berkata ' TIDAK '...Dan dia pun melakukan aktifitas di luar di kala saya sedang sibuk di kantor sementara anak-anak saya juga sedang sibuk di sekolahnya masing-masing. Lalu apa salahnya jika istri saya menyisihkan hatinya untuk merengkuh anak-anak dhuafa itu ? Toh ketika anak-anak kami tiba di rumah, mereka selalu mendapatkan pelukan ibunya yang menyambutnya sepulang sekolah. Saya dan anak-anak tak pernah berkurang atas perhatian dan kehangatan istri saya...Bisa dikata sampai kami terlelap tidur pun, istri saya masih setia membuai kami dengan dongengnya dan usapan lembutnya. Lalu haruskah saya protes bila ia menyisihkan hatinya untuk mencintai anak-anak malang di luar sana ? Dia berkata ingin menjadi bintang yang memberikan cahaya bagi sejuta anak-anak yang dicintainya...maka biarlah ia menjadi bintang bagi kami semua yang merasakan kehangatan cintanya....Jadi tak ada alasan lagi bagi saya untuk melarangnya melangkah ke tempat-tempat kumuh itu. Dia toh tidak sedang berkeliaran di Mall dan menghabiskan waktunya untuk shopping maupun menghamburkan uangnya untuk hal yang sia-sia...Namun dia melangkahkan kakinya menuju tempat-tempat dimana ia jumpai tangan-tengan tengadah yang membutuhkan uluran tangan. Uang dalam genggamannya tak ia habiskan untuk berlian dan tas-tas mahal yang biasa dikejar wanita....Namun setiap rupiah yang ada di dalam genggamannya, selalu ia pikirkan bagaimana bisa menebar kemanfaatan untuk tangan-tangan tengadah itu...Dan tentang anak-anak, silakan Anda tanya sendiri kepada mereka...Siapa wanita dan Ibu yang paling hebat di mata mereka ? Anda pasti akan mendapatkan jawaban ' Mamaku yang paling hebat '.....dan kadang-kadang pengakuan itu pun membuat saya cemburu. Namun saya harus mengakui tentang hal itu...Sangat sulit bagi saya untuk menggeser kehebatan istri saya di mata anak-anak kami....Dan saya pun senantiasa berharap dialah yang akan menjadi bidadari saya di syurga kelak.....Saya kira uraian saya ini sudah sangat cukup untuk menjawab semua pertanyaan orang-orang yang meragukan kredibilitas istri saya sebagai seorang istri dan ibu yang shalih...karena bagi kami, seorang Sari adalah istri dan ibu yang tiada duanya....Kami justru termotivasi dari setiap jengkal langkahnya. Saya dan anak-anak justru ingin bisa mendampinginya...bersama-sama berjuang di jalan Allah dan mewakafkan hidup kami di jalan Allah SWT.....Aamiin..."


Diam-diam aku menitikkan air mata mendengar jawaban suamiku yang demikian tulus....
Yaa Rabb....terimakasihku tak terhingga telah Kau kirimkan seorang suami yang amat kucintai ini...
Masih teringat bagaimana ia mengguyurkan spirit di kala aku futhur menghadapi gempuran bertubi-tubi di Bantar Gebang untuk mempertahankan sekolahku disana....

" Mujahidahku....akankah keletihan ini terasa bagimu jika kelak kau akan berjumpa dengan anak-anak pemulung itu di syurga kelak ? "

Di dadanya-lah ku rebahkan kepala dan kutumpahkan tangisku. Di tangannya yang kekar-lah setia menggenggam jemariku di kala ku sedih....Selama belasan tahun ku hilir mudik menyusuri tempat-tempat kumuh dimana pun kutemui, tentulah tak lepas dari ridho-nya sebagai suami....
Yaa Rabb...
Aaminkan apa yang menjadi do'anya...agar aku bisa menjadi bidadarinya di syurga kelak....